Hilman berujar kepada Arsena, “Jangan buru-buru ingin maju, jangan ambil jalan pintas. Memang akan memakan waktu sangat panjang dan butuh kesabaran. Batin harus tetap lega. Dan jujur, itulah kerja kreatif, kerja kesenian.”
Hilman semakin khawatir
dengan kehidupan adiknya, Arsena menjalani hari-hari dengan imajinasi tentang
orang-orang yang sangat berpengaruh terhadap dirinya. Ayah yang dituduh sebagai
PKI, Herman kakak yang dicintainya, dan Nancy kekasihnya sebagai penyebab
kekalutan pikiran Arsena. Selain itu, kebersamaannya bersama Edu ia rayakan
sebagai kesalahan yang manis.
Arsena menemukan nasibnya
di Jakarta dari kota C, ia bekerja di produksi film dalam film baru berjudul Rahasia Permata Biru. Ia tinggalkan
kehidupan di kota C yang mana kemiskinan mulai dirasa mencekik lehernya.
Meskipun tenaganya mesti hilang setelah ia disuruh pulang kampung oleh orang
tuanya, mau dikawinkan.
Perjalanan hidup yang
menarik ia tuliskan menjadi sebuah novel. Daya Imajinasi yang dimiliki Arsena
saat ia menulis novel itu tidak bisa dikendalikan. Sehingga seringkali
kehidupan nyata Arsena dikendalikan oleh bayangan orang-orang yang membuatnya
menangis, menyesal, dan merasa disayangi. Proses menulis novel yang ia rasa sebagai
sebuah perjalanan yang melelahkan.
Arsena putus asa,
menyalahkan dirinya dan novel yang ia rasa telah membuatnya melupakan Nancy. Isi
pikiran Arsena selama dua tahun adalah isi pikiran dan kesimpulan yang ditolak
oleh para penerbit. Isi pikiran yang katanya membahayakan stabilitas negara.
Isi pikiran tokoh rekaan di novel yang juga bernama Arsena, namanya. Namun
pikirannya mengatakan bahwa ia tidak mempunyai daya dan kekuatan seperti
Rahwana yang mampu membahayakan stabilitas, dan hanya kutu yang rapuh. Orang
sakit yang tidak tahu apa sakitnya.
“Seperti rumah diatas
pasir dan angin sedang badai” sebuah
kata yang sering diungkapkan oleh Hilman ini menggambarkan kehidupan Asena.
Kehidupan Arsena yang terus ragu dan
goyah, dan tidak bisa mengatasi imajinasi yang terus muncul dari masa lalu yang
terus menghantui. Sehingga ia tahu bahwa upah bagi seorang peragu adalah
ketidak pastian.
Lakon-lakon diceritakan
penulis dengan kejutan-kejutan yang membuat pembaca mesti bertanya-tanya,
siapakah ini? Yang kemudian diceritakan dengan sangat lihai dengan perasaan dan
percakapan yang sangat teliti dan jeli pada judul-judul berikutnya.
Novel ini berjudul Cermin
Merah karya Nano Riantiarno. Nano Riantiarno adalah pendiri Teater Koma, lahir
di Cirebon, 6 Juni 1949. Nano menulis sebagian besar karya panggungnya. Selain
menulis naskah teater Nano juga menulis skenario film, dan novel.
Novel ini merupakan novel
autobiografi dengan memakai kata aku sebagai kata pengganti. Si aku yang
bernama Arsena berhasil membawa dimensi-dimensi kekalutan kehidupan, dinamika
seorang laki-laki yang kehilangan orang-orang yang dicintai dan menjadi
penentram hidupnya.
Cermina Merah adalah
sebuah kuburan Arsena, Nancy dan seluruh kenangan lama. “Aku akan belajar
mencintai lagi. Aku tidak akan berkutat hanya menulis diriku sendiri saja. Ada
banyak di luar diriku yang berharga untuk diserap dan dibaca. Aku harus membaca
Indonesia seumur hidup.” ungkap Arsena..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari berbagi pengalaman dan fikiran untuk terus belajar... :)