Entah apa
yang ada dalam benak Abang saat ia hanya mencintai satu orang saja di dunia
ini. Saat ia hanya bisa mendengar dan tersenyum oleh satu orang saja. Perempuan
yang bernama Lea. Saat sebuah sabun menjelma menjadi sebuah bagian dari senyum
perempuan itu. dan hangatnya tersisa disana. Dalam sebuah sabun berwarna biru
yang Lea beli untuk Abang.
Setiap malam
Abang menghitung bintang, selalu genap seratus dan sempurna. Seperti tumpukan
sabun di kamar abang yang sempurna tumpukannya pada seratus buah. Aku tak
paham, aku tak pernah mengerti kenapa Tuhan menciptakannya di dunia. Kenapa dia
seperti makhluk ajaib yang selalu melakukan hal yang sama dalam hidupnya. Dan tidak
pernah bosan seperti manusia pada umumnya. Setiap hari senin, Abang selalu
mengambil baju-baju yang berwarna putih untuk ia cuci di laundry miliknya. Untuk
kemudian, hari selasa adalah hari dimana Abang mencuci pakaian yang berwarna. Begitu
lain, begitu berbeda dan begitu aneh kurasa.
Tapi, tak
pernah ada cinta yang tidak dikumandangkan orang saat melihat Abang. Penolakan pun
Hans anggap sebuah hal yang biasa sebagai adiknya. Saat Hans memberinya sebuah
bingkisan, dan Abang sedang sibuk memberikan catatan belanja untuk ibu,
sehingga Hans pun harus menerima penolakan dari Abang. Tapi, tidak ada raut
kesal ataupun marah merasa tidak dihargai. Tapi senyum yang hanya ia miliki
untuk Abang, meskipun ia kecewa. Sebab, Abang
adalah makhluk yang istimewa.
Tapi, tidak
pernah ada kasih yang setulus ibu. Lea bukan orang yang senantiasa tegap dalam
mencintai Abang, karena ia lebih mencintai Hans, adik Abang. Ibu adalah
satu-satunya pemilik kasih yang tak pernah meluruhkan cinta pada Abang. Aku kagum
padanya. Betapa tidak, saat Lea dengan yakin meninggalkan Abang, ibu yang
menampung tangis Abang. Ibu, yang menampung pedih hati abang, dan raungan
kehilangan Abang.
Iya, ibu
adalah juaranya. Orang yang selalu siap ketika cintanya tidak terbalaskan. Namun
selalu akan ada saat orang yang dicintainya kembali ke pangkuan.
Kemudian,
aku mengenal Al. Seorang perempuan berambut panjang, dengan mata dalam yang
sangat cantik. Ia tidak banyak bicara, mimiknya selalu tenang. Dan suatu hari,
kau akan tahu betapa dalam hidup ia maknai.
Al saat itu
mencintai seorang pria yang tidak pernah ia lihat matanya. Ia tidak pernah
tahu, apakah warna mata lelaki itu berwarna hijau atau coklat muda. Tapi ia
mencintainya. Ia hanya diberi kesempatan untuk melihat punggung lelaki itu. Al
hanya bisa mengirim isyarat sehalus awan, angin, laut, atau hujan.
Lelaki itu
bernama Rangga . Suatu ketika Al pernah menggambar punggung Rangga di pantai,
dari kejauhan ia memandangi punggung Rangga. Aku heran pada Al. Padahal ia bisa
saja bergabung bersama teman-temannya untuk kemudian melihat mata Rangga. Tapi,
ia tidak melakukannya. Barangkali cinta bagi Al adalah sebuah rahasia yang jika
terungkap takkan indah lagi.
Ah, aku
kehilangan kata-kata untuk perempuan ini. Deburan ombak dimatanya begitu deras.
Tapi senyumnya begitu manis.
Dan aku tak
paham, kenapa perempuan seperti Al tidak dipertemukan dengan lelaki bernama Regi
yang begitu tulus. Regi adalah seorang lelaki tulus yang tak pernah bosan
mendengarkan keluhan sahabatnya Amanda.
Aku tak
pernah paham dengan jalan pemikiran cinta. Kadangkala ia tidak bisa lagi
mendengar jeritan dalam benak, saat mulai tidak mendengar jeritan-jeritan kesal
dan bosan. Saat tangis, pedih, benci, semuanya menjadi senyuman. Tuhan,
beginikah cinta itu?
Ingin kuceritakan
padamu tentang orang bernama Regi.
Regi adalah
seorang pemilik jasa fotokopi dekat sebuah kampus di Jakarta. Ia memiliki sahabat
perempuan bernama Amanda. Amanda selalu saja menumpahkan keluhan pada Regi,
meskipun begitu, Regi selalu menyediakan waktu untuk perempuan manis itu. Saat
Amanda harus ditinggalkan pacarnya, Amanda cerita kepada Regi. Begitupun ketika
Amanda punya seorang pacar. Tidak luput ia ceritakan kepada Regi. Dan Regi, ya
dia selalu mendengarkan dan mendengarkan, memerhatikan dengan seksama, agar
sahabatnya tidak pernah merasa sendiri.
Saat sakit,
Amanda ingin pacarnya datang dan memberinya segelas air putih. Itu saja,
harapan yang tidak tinggi. Tapi, pacar yang ia sayangi itu tidak pernah datang.
Dan Tuhan tidak pernah lengah, saat di tempat makan itu, Amanda menitikan air
mata. Sebab ia tahu, sahabatnya itu sakit karena hujan-hujanan untuk memberikan
segelas air putih padanya. Ya, yang datang bukanlah seorang yang Amanda
harapkan, tapi Regi yang selalu ia tumpahi cerita tentang dirinya.
Apakah air
mata itu yang membuat cinta Regi mulai terbalas? Ataukah memang Regi tidak
pernah merasa ingin cintanya terbalas?
Rectoverso sebuah
film yang ditulis oleh beberapa penulis, seperti Ve Handojo, Key Mangunsong,
Indra Herlambang, Ilya Sigma & Priesnanda Dwi Satria. Yang diambil dari
kumpulan cerita pendek Dewi “Dee” Lestari. Film ini memuat lima cerita yang
disuguhkan dengan scene campuran. Yah, entah apa istilah perfilmannya. Film ini
dirilis tahun 2013.
Film ini
menarik dan cerita yang disuguhkan begitu komplit. Tidak terpaku hanya pada
satu pemeran, tapi dalam judul yang diberikan mewakili seluruh alur cerita. Aku
tidak hanya dibuat diam terpaku dengan cerita ini. Dentingan hati dari cinta
yang tak bersuara ini sungguh dalam. Dan barangkali kau ingin menontonnya, aku
sarankan tontonlah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari berbagi pengalaman dan fikiran untuk terus belajar... :)