bandung VS jogja (Jogja Part II)

  • 0

nah,,, disambung lagi nih cerita di jogjanya... sampai di Stasiun lempuyangan, kota Jogja mulai tercium, mulai dari keluar stasiun, bahasa orang-orang yang menawarkan jasa sepeda motor berkerumun tepat di jalan keluar stasiun mendok jawa banget. banyak kendaraan berjajar di sana, mungkin itu tempat parkir, ah tapi sudahlah tak perlu pusing-pusing. nah, langsung deh kita menuju tempat peristirahatan. tempat peristirahatan pertama disimpen di kostannya anak Jogja, secara disana kita bergabung dengan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. setelah itu tak ada aktifitas, akhirnya tanpa ada kesepakatan semua yang lelah dengan godaan kereta api tertidur pulas di sebuah kamar sempit, dengan satu kasur kecil, dan sebagian tidur di teras merah yang kusam. semuanya sudah bersih termasuk badan, tapi setelah mandipun suasana Jogja tak seadem Bandung, sungguh panas, dengan keadaan perut keroncongan pergilah kita ke rumah makan yang letaknya tak terlalu jauh dari Kostan. dari menu makanan yang disajikan, tahu gak ada yang namanya " Tante rebus goreng" sama " intel rebus goreng", wah kanibal banget ya tante-tante digoreng kayak gitu. eh tapi tunggu dulu teman, ternyata setelah ditebak dan ditanya-tanya sama mas-masnya, itu sebuah singkatan dari mie "tanpa telor rebus/goreng", terus yang "intel" entu, "indomie telur". wah wah wah kreatif banget ya tu mas-mas yang dagang. untung gak aslinya tu tante-tante di goreng. udah ah,,,


perjalanan dilanjutkan lagi ke Candi mendut. perjalanan dilakukan bersama anak UIN Jogja, suasana Jogja yang begitu kental dengan bangunan-bangunan rumahnyapun sudah menunjukan kota Jogja, kota yang mengagumkan buatku, penuh kesederhanaan, anggun, bersih, layaknya ibu-ibu yang mendok menggendong jamu, klasik banget. sepanjang perjalanan ke Mendut, sawah-sawah berjemur dengan kehangantan mentari yang menyelimuti. aaah tak bisa diungkapkan dengan kata-kata teman. indah pokonya... rumah-rumah mulai dilewati, patung-patung khas borobudur mulai berjejeran di sela-sela rumah, dari yang ukurannya besar sampai yang terkecil. semua ada, begitupun dengan kawasan daerah yang terkena merapi. sungguh mengkhawatirkan. 
candi berukuran besar dengan bentuk seperti kotak yang diatasnya ada piramid, mulai nampak. hiasan balai tempat melaksanakan upacara waisak sudah siap di depan candi, bahkan patung Dewa yang berwarna kuning, yang tak ku tahu namanya apa sudah bertengger disana. 
Suasana di Mendut saat itu sangat ramai, kata kakak kelasmah sebelumnya gak ramai kayak gini kalau waisak, tapi sekarangmah lain. 
Siangnya kita siap-siap mengikuti jalannya acara waisak. Para biksu dan biksuni sudah khusu duduk bersila diatas panggung, serta ratusan jemaat di sisi-sisi panggung. Para biksu dan biksuni bergiliran melakukan do’a, dari setiap jemaat. Do’a yang mereka bawakan semuanya berbeda-beda, mungkin kalau di islam sendiri, mereka berbeda madzhab, dan sepertinya mereka harus dicontoh, dari berbagai madzhab itu mereka tetap bisa bersatu, dan berdoa bersama. 
Setelah doa selesai digelar, di lanjutkan dengan arak-arakan ke candi Borobudur yang merupakan tempat inti acara Waisak tersebut. Arak-arakan di hiasi dengan berbagai ornament serta orang-orang yang bergulat di bidang Hindu, seperti sun go kong, dan teman-temannya. Ada juga berbagai kesenian seperti Reog Ponorogo, barongsai, dan kuda lumping.
Wajah-wajah para jemaat itu, tak tampak seperti orang jogja, mata mereka yang sipit sepertinya orang Taiwan atau sejenisnya lah. Sampai di Borobudur, setelah menempuh perjalanan 5 KM. pukul 14 acara do’a dilakukan lagi, namun do’a di sini berbeda dengan yang di mendut tadi, do’a yang dilakukan di Borobudur dilakukan di setiap jemaah, jadi satu jemaat mempunya tenda khusus tersendiri untuk melakukan doanya masing-masing. 
Menjelang detik-detik waisak. Pada malam hari sekitar setelah maghrib, ritual dilakukan tepat di depan candi Borobudur. Semua Jemaat bercampur lagi, ketika berdoa mereka menghadap Borobudur, patung Dewa dan berbagai hasil bumi dipajang di depan mereka. Setelah berdo’a, mereka berkeliling Borobudur sebanyak 3x, entah apa tujuannya saya juga masih belum tahu. Prosesipun seleai dilakukan, diakhiri dengan pelepasan 1000 lampion ke angkasa, yang konon katanya dilakukan dengan membuat suatu harapan, lampion-lampion besar mulai bergelayutan di langit gelap, senandung lagu Taiwan yang entah judulnya apa, terdengar mendayu-dayu menambah keromantisan suasana Jogja malam itu, di depan Borobudur yang megah dengan kepalanya yang disorot lampu, menambah keanggunan sang Batu gagah perkasa itu
Jika dilihat dengan mata telanjang, kota Jogja adalah kota yang sangat bersih, namun itu yang kulihat dari kasat mata kawan, tapi semoga memang benar, berbeda dengan Bandung yang suasana di jalannya selalu penuh dengan sampah, kalo di Sana mah serasa malu lah kalo mau buang sampah sembarangan. hmmmm hebat banget ya..
Hmmm itulah keuntungan Jurusan yang ku ambil saat ini, Beragam agama, namun tetap satu jua. Perbandingan Agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari berbagi pengalaman dan fikiran untuk terus belajar... :)