TUAN PINUS DAN KEMAH YANG HANGAT

  • 1

Pukul 13.00 tenaga terkuras, mata-mata lelah mulai tampak pada orang-orang yang membawa tas-tas besar turun dari sebuah bukit. Menunggu dipintu gerbang, menatap langit yang cerah. Kabut-kabut tersangkut pada batang-batang pohon dan daun pohon pinus. Berharap mobil jemputan segera datang dan bisa segera mengantarkan tubuh-tubuh yang digelayuti lelah kedalam kamar dan merebahkannya di kasur empuk.
Sehari sebelumnya saya melihat kota Bandung yang anggun di tempat ini, hembusan angin yang ramah, dengan latar suara-suara burung yang saling bersahutan. Dari tempat yang kami singgahi, saya melihat interior alam yang begitu menakjubkan. Dinding-dinding yang dihiasi lukisan Tuhan sejauh mata memandang, atap-atap yang dihiasi langit biru diselingi daun pinus dan pohon-pohon yang gagah, dan saya juga melihat satu pohon merah diantara pohon-pohon pinus yang hijau, seolah sedang memadu kasih dengan pohon-pohon pinus yang gagah. Saat pinus-pinus dihiasi senja, mereka semakin merona dihiasi pancaran kosmetik senja. Batu-batu bertapa dibanyak tempat. Dan air mengalir riang menemani batu yang lumayan besar disana.
Namun setelah melihat dia lebih dekat, ada sedikit kotoran-kotoran yang disebabkan oleh kawan mereka, manusia. Manusia-manusia itu mengotori rumah tuan pinus dengan sampah-sampah plastik. Heuh..
Batu Kuda, itulah namanya. Kami toreh sebuah kisah disana. Canda, tawa, kesel, malu semua terlukiskan pada satu hari satu malam yang kami habiskan. “Kemah Sekolah menulis pustaka rahmat”,  judul yang kami ambil dalam kemah disana. Mulai dari materi-materi kepenulisan, motivasi-motivasi keagamaan, kuis-kuis serta permainan yang seringkali membuat muka berwarna Pink (malu:red) karena kejailan-kejailan yang ditumbuhkan para peserta maupun crew. Selama dua hari satu malam kami temu kangen dengan para motivator-motivator, serta orang yang mengantarkan dan mengajarkan saya menulis. 

Kemah tak pernah lepas dari api unggun, mungkin sudah jodohnya kali ya. Maka tak ingin melepaskan dua sejoli itu, maka kamipun menyusun kayu yang digunakan untuk membuat api unggun. Sembari menghangatkan badan dalam kehangatan kebersamaan kami. Kami duduk mengelilingi api, dan memecakan keheningan dengan permainan-permainan yang sarat dengan kejailan.
Batu kuda adalah salah satu bukit yang berada di daerah Bandung Timur, tempat ini sangat menawan, kita bisa melakukan perjalanan kaki untuk mendakinya ataupun dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun mobil. Dengan menempuh perjalanan yang bisa dicapai kurang lebih 30 Menit dari UIN Bandung, kita bisa sampai di lokasi terendah yang bisa dicapai kendaraan. Warung-warung berjejer disana dan dibuka 24 jam.
Namun sayang saya tidak menemukan souvenir-souvenir apapun disana, baik dari bunga pinus yang indah atau daun-daun pinus lain. Tak ada buah tangan yang bisa saya bawa, selain foto-foto yang berlatar belakang tuan pinus.

1 komentar:

  1. kalau saja batu kuda itu ada yng membudidayakan budaya di sana mungkin kita akan dapat souvenir unik yang di buat oleh rakayat sekitar...hee

    BalasHapus

Mari berbagi pengalaman dan fikiran untuk terus belajar... :)