• 0
"Rasanya aku ingin seluruh waktu adalah malam, ia hadir dengan sunyi, selalu" ujarku sambil mengambil segelas kopi.

"Ah, kau ini, kau tak akan mengenal malam jika tak mengenal siang"

Tiba-tiba saja Dindi duduk disampingku, dengan asap yang keluar dari mulutnya, dari kretek yang dihisap dalam-dalam. Aku tak heran, sebab ia sering begitu, muncul tiba-tiba kemudian berbicara semaunya.

"Ingin rasanya setiap hari kepalaku sejuk, dan yang aku bicarakan tidak hanya gundah, tetapi segala hal yang indah" aku melanjutkan perbincanganku dengan diri sendiri. Ya, tepatnya dengan malam.

Dan kembali Dindi menimpali, " Ah, kau memang bodoh, dan sering menjahati diri sendiri. Bagaimana mungkin keindahan akan terasa tanpa kau merasakan keburukan".

Aku mengacuhkannya, sesekali memang ia harus diacuhkan. Kalau tidak ia akan mengajakku berbicara sampai pagi. Kemudian, aroma kopi seolah menyapaku. Ia benar-benar sedang menggodaku, sama seperti Dindi. Aromanya, iya aromanya sama seperti malam itu. Hanya saja rasanya yang berbeda, sebab tak ada Ia disini. Bagaimanapun takkan pernah bisa sama.

Tak usah mendengarkan musik, nyanyian malam itu memang sangat merdu. Hanya, kau bikin hatimu tenang dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari berbagi pengalaman dan fikiran untuk terus belajar... :)